Menopause tak perlu ditakuti akan tetapi di persiapkan diri dengan olahraga teratur

jurnalindo.com, Jakarta – Berhentinya menstruasi yang dimulai pada tahun pertama, kemudian berlanjut, dan biasanya dialami oleh wanita berusia lima puluhan, lebih tinggi atau lebih rendah, karena masalah tertentu, seperti kegagalan ovarium atau kondisi khusus lainnya.

Para ahli kesehatan mengatakan bahwa kondisi ini tidak perlu ditakuti, tetapi perlu dipersiapkan. Oleh karena itu, pengetahuan yang memadai, termasuk pengetahuan tentang keadaan kognitif, mental dan perubahan fisik yang berkaitan dengan tahap ini, harus menjadi bekal bagi perempuan.

Menopause menyebabkan gejala atau sindrom metabolik yang terdiri dari obesitas perut yang ditandai dengan lingkar perut lebih dari 80 cm, tekanan darah tinggi, dan tes laboratorium yang menunjukkan lipid abnormal dan peningkatan gula darah.

Anda dapat menghindari risiko masalah ini dengan menjalani gaya hidup sehat sebelum Anda berusia 40 tahun.

Baca Juga: Apakah benar Melepas bra saat tidur untuk menjaga kesehatan payudara ?

Bagian dari gaya hidup sehat ini adalah berolahraga secara teratur yang berbeda dari pekerjaan rumah tangga.

Pola olahraga ini membantu mencegah kenaikan berat badan dan menyebabkan kelebihan berat badan yang nantinya akan mengatasi berbagai masalah kesehatan. Salah satunya mengeluhkan nyeri sendi dan seni yang berlebihan. Selain itu, metalitik tubuh juga bisa terganggu.

Selain olahraga, para wanita juga perlu mengonsumsi asupan makanan bergizi dengan seimbang, meliputi lemak, protein, karbohidrat, lemak. Mereka sebaiknya mengontrol asupan karbohidrat agar tak berlebihan, memperbanyak minum air putih, buah-buahan dan sayuran.

Kemudian, mereka juga perlu menghindari kebiasaan buruk, seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol dan narkoba, karena dapat merusak sel tubuh serta menjauhi sumber polutan.

Dengan memelihara semua ini, maka ketika seseorang menua dapat terhindar dari berbagai penyakit dan gangguan fungsi tubuh, termasuk komorbid, seperti diabetes.

Selain gaya hidup, pengobatan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon. Pengobatan hormon untuk keluhan menopause sebetulnya bukan pengobatan utama. Terlebih, bila wanita memiliki sindroma metabolik, maka obat tersebut tidak bisa digunakan.

Perubahan hormonal saat menopause sangat berpengaruh pada struktur tubuh, seperti penumpukan lemak jadi berbeda, tekstur kulit berbeda.

Apabila wanita tidak siap menghadapi ini, ditambah adanya persepsi buruk terhadap citra tubuhnya, maka dia cenderung mengalami stres psikologis.

Belum lagi mitos yang beredar di masyarakat terkait menstruasi, salah satunya mempengaruhi kehidupan seksual, menyebabkan wanita ketakutan, sehingga menyebabkan konsekuensi psikologis padanya. Padahal, kondisi menopause itu bukan berarti akan mengurangi keintiman. Kondisi ini bisa diatasi dengan perawatan yang baik.

Di sisi lain, perubahan hormon dapat mengganggu kemampuan kognitif dan mental perempuan di masa menopause. Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga demensia.

Baca Juga: Ringgo Agus Pantau perkembangan informasi gangguan ginjal akut pada anak

Perempuan menopause juga lebih rentan mengalami gangguan suasana hati, yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan suasana hati yang fluktuatif (mood swing). Ini karena penurunan hormon estrogen berperan penting dalam perubahan suasana hati, terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine.

Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah (fatigue).

Perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas. Sementara, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup.

Walau begitu tak semua orang merasakan masalah psikologis, salah satunya faktor protektif lebih banyak, sehingga gangguan tak terjadi.

Pada mereka yang rentan mengalami masalah psikologis, riwayat gangguan mental dan kepercayaan diri yang buruk, maka dapat menjadi target pendekatan terapi. Diharapkan mereka nantinya dapat adaptif dan menguat faktor protektifnya.

Baca Juga: Orang tua harus mewaspadai Penyakit Ginjal pada anak, berikut adalah Gejalanya

Menguatkan faktor protektif juga dapat dilakukan dengan melatih menurunkan kadar stres, misalnya melalui rutin berolahraga dan melatih pola pikir. Hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik juga dapat membantu meringankan stres akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini.

Peran dukungan sosial sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause. Wanita dapat mencari dukungan sosialnya, misalnya dari rekan-rekan yang sudah mengalami menopause, untuk menambah pengetahuan dalam mencari pemecahan masalah.

Salah satu cara mencari dukungan sosial yang tepat adalah melihat cara dia menanggapi ketakutan yang dihadapi dan menurunkannya, misalnya melalui relaksasi atau olahraga bersama. Mereka mendengarkan dan memahami apa yang dibutuhkan serta mencari bantuan profesional.

Bantuan profesional dibutuhkan karena mengubah pandangan negatif apalagi pada seseorang yang kaku membutuhkan keterampilan khusus.

Kemudian, bila ada masalah dengan pasangan dapat melakukan terapi pasangan atau psikoedukasi. Harapannya, agar para wanita dengan masalah seperti psikologis bisa menerima fase menopause dengan optimal dan bahagia. ( Ara/Amnan )

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *