Jurnalindo.com, – Gelombang penolakan terhadap rencana penetapan Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Muria muncul dari warga Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati.
Warga khawatir perubahan status kawasan akan membuat mereka kehilangan akses terhadap lahan hutan yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan.
Unun, salah satu warga setempat, menyatakan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah potensi masuknya investor besar setelah perubahan status hutan tersebut.
“Adanya Tahura bisa mengakibatkan masyarakat tidak bisa lagi mendapatkan hasil dari hutan. Nanti banyak investor yang masuk,” ujarnya.
Selain itu, warga menilai Tahura berpotensi menghambat pengembangan wisata lokal yang saat ini tengah dibangun menggunakan anggaran pemerintah desa.
“Pemerintah Desa sudah menganggarkan pembangunan wisata. Karena itu masyarakat menolak Tahura di Desa Gunungsari,” tambah Unun.
Kepala Desa Gunungsari, Sudadi, menegaskan bahwa warga lebih memilih skema perhutanan sosial ketimbang penetapan Tahura. Menurutnya, masyarakat telah menggarap kawasan hutan tersebut sejak 1965 dan memperluasnya pada 1988–1989.
Saat Tim Terpadu (Timdu) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) datang, warga memasang sejumlah spanduk bertuliskan penolakan. Beberapa di antaranya berbunyi: “Stop Diskriminasi Petani, Petani Lereng Gunung Muria Tolak Hutan Tahura” dan “K.T.H Gunung Sari Pulingan Menghendaki Perhutanan Sosial.”
“Tulisan itu disampaikan langsung kepada tim terpadu,” tegas Sudadi.
Kepala Bidang Pengelolaan DAS dan Konservasi SDA DLHK Jawa Tengah, Soegiharto, menjelaskan bahwa usulan Tahura berangkat dari rekomendasi bupati dari tiga kabupaten di kawasan Muria: Pati, Jepara, dan Kudus. Usulan itu dinilai penting untuk menjaga daya dukung air, mencegah bencana, dan melindungi keanekaragaman hayati.
Gubernur Jawa Tengah kemudian mengajukan usulan kepada Menteri Kehutanan, dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Terpadu yang dipimpin BRIN.
“Timdu sudah melakukan survei biofisik, sosial budaya, dan aspek hukum. Hasil kajian paling lambat disampaikan ke Menteri Desember 2025,” jelas Soegiharto.
Ia menegaskan bahwa pembangunan Tahura akan tetap berlanjut demi pelestarian Gunung Muria, seperti halnya Tahura K.G.P.A.A Mangkunagoro I di Gunung Lawu.
Meski begitu, beberapa wilayah yang saat ini dikelola Perhutani dengan pihak ketiga akan dipertimbangkan untuk tidak dimasukkan dalam kawasan Tahura. (Juri/Jurnal)












