Jurnalindo.com, – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati mengenai kenaikan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga sebesar 250 persen menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Salah satu yang lantang menyuarakan atas kebijakan tersebut adalah Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Pati.
Langkah yang diambil untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengadu, IKA PMII Pati telah membuat posko aduan secara online guna untuk menampung semua aduan dari masyarakat.
Posko ini menjadi kanal alternatif yang dapat diakses publik melalui tautan resmi: https://bit.ly/PoskoAduanPBBP2PATI, dengan tujuan utama menginventarisasi keberatan masyarakat dan menyusun strategi advokasi yang komprehensif.
Ketua IKA PMII Pati, Ahmad Jukari mengatakan, pembukaan posko ini merupakan langkah awal dalam memberikan ruang partisipatif bagi masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan.
”Banyak warga yang masih bingung dan merasa tidak tahu-menahu soal kebijakan kenaikan PBB ini. Bahkan sebagian sudah menerima lembar tagihan pajak (tumpi) dengan nominal jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Jukari.
Sejak kebijakan kenaikan PBB P2 Pati itu diumumkan Bupati Pati Sudewo pada Minggu (18/5/2025), berbagai keluhan mulai bermunculan di media sosial dan grup-grup WhatsApp. Sebagian masyarakat melaporkan adanya lonjakan pajak yang tidak rasional.
Ahmad Jukari menekankan pentingnya keterbukaan informasi dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan publik, apalagi yang berdampak langsung pada aspek ekonomi masyarakat.
”Kami tidak menolak pajak sebagai kewajiban warga negara. Tetapi yang kami kritisi adalah lonjakan yang sangat besar dan proses yang tidak transparan. Seharusnya ada tahapan sosialisasi, penyesuaian bertahap, serta pembukaan ruang dialog publik terlebih dahulu,” tegas Jukari.
Menurutnya, pemerintah daerah seolah-olah melewati proses partisipatif yang menjadi prinsip dasar dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat seperti dipaksa menerima kenyataan tanpa penjelasan dan tanpa kesempatan untuk menyampaikan keberatan secara resmi.
Dalam formulir aduan online yang disediakan, warga diminta untuk mengisi data diri, alamat lengkap, nominal PBB tahun 2025, dan nominal PBB tahun sebelumnya sebagai bahan perbandingan.
”Semua data yang masuk akan digunakan untuk menyusun laporan komprehensif yang akan kami ajukan ke Pemkab dan DPRD. Kami ingin kebijakan ini ditinjau ulang, atau setidaknya diberi solusi yang berkeadilan,” ujar Jukari. (Juri/Jurnal)