Jurnalindo.com, – Lereng Gunung Muria selama ini dikenal sebagai kawasan penghasil kopi. Namun, siapa sangka, di sela-sela rimbunnya perkebunan kopi, cengkeh juga tumbuh subur dan menjadi sumber penghidupan baru bagi petani setempat.
Sejak Juli hingga Agustus 2025, para petani di Desa Medani, Kecamatan Cluwak, menikmati panen cengkeh.
Salah satunya Sumaryati atau akrab disapa Yati, yang mampu memanen sekitar dua kwintal cengkeh dari 100 pohon di lahan seluas satu hektar miliknya.
“Baru habis panen mulai Juli-Agustus. Hasilnya dua kwintal karena sebagian pohon baru berbuah,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025).
Menurut Yati, tanah di lereng Muria sangat cocok untuk budidaya cengkeh. Perawatannya pun cukup sederhana, hanya membutuhkan penyiraman rutin di musim kemarau, pemupukan ringan menggunakan Phonska, dan ketelatenan menjaga dari hama tupai yang kerap merusak pohon.
Saat ini harga cengkeh di tingkat petani berkisar Rp 98 ribu per kilogram, namun pada kondisi tertentu bisa mencapai Rp 120 ribu per kilogram. Hasil panen biasanya dijual langsung kepada pengepul di Desa Ngawen maupun Plaosan.
“Petani di sini tidak ada kendala berarti, hanya masalah harga yang naik turun. Kami tetap semangat karena ini jadi tambahan penghasilan selain kopi,” imbuhnya.
Budidaya cengkeh di lereng Muria sejatinya sudah berlangsung turun-temurun. Meski sempat meredup karena harga anjlok di masa lalu hingga membuat banyak pohon ditebang, kini pamor cengkeh kembali bangkit.
Harumnya cengkeh yang kini panen raya, menegaskan bahwa lereng Muria bukan hanya tanah kopi, melainkan juga rumah bagi komoditas rempah yang menghidupi banyak keluarga petani. (Juri/Jurnal)