Jurnalindo.com, Jakarta, 7 November 2025 — Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (PMP Tannas UI), Sulkifli Azis, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PP IPNU, menyampaikan duka mendalam sekaligus mengecam keras insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta.Peristiwa tragis yang diduga melibatkan seorang pelajar sebagai pelaku ini diyakini dipicu oleh praktik perundungan (bullying) yang berkepanjangan serta paparan ideologi kekerasan.
Menurut Sulkifli, insiden tersebut bukan hanya peristiwa kriminal biasa, melainkan alarm nasional yang menandakan semakin rentannya generasi muda terhadap ancaman keamanan non-militer, terutama dari sisi sosial dan ideologis.
“Kejadian di SMAN 72 adalah bukti nyata bahwa luka psikologis akibat perundungan dapat berubah menjadi benih ekstremisme. Ketika korban bullying kehilangan rasa aman dan tidak memiliki ruang untuk bersuara, mereka bisa menjadi sasaran empuk ideologi kekerasan yang menjanjikan pembalasan,” ujar Sulkifli.
Sebagai mahasiswa pascasarjana di bidang Kajian Ketahanan Nasional UI, Sulkifli menilai fenomena perundungan di sekolah telah berkembang menjadi ancaman sosial yang berdampak langsung pada stabilitas bangsa. Menurutnya, kegagalan sistem pendidikan dan sosial dalam melindungi pelajar dari kekerasan psikis maupun sosial berpotensi menciptakan disintegrasi sosial dan krisis kepercayaan terhadap lembaga pendidikan.
“Kita sering membahas pertahanan militer, tapi lupa bahwa ketahanan sosial adalah fondasi awal keamanan nasional. Ketika sekolah gagal menjadi tempat yang aman, maka di situlah titik rawan keamanan bangsa mulai terbentuk,” tegasnya.
Dalam konteks ini, Sulkifli menekankan perlunya memperluas fokus kajian ketahanan nasional ke arah yang lebih humanistik, khususnya dalam ranah pendidikan. Ia menyebut dua dimensi utama yang harus diperkuat:
Pertama Ketahanan Individu — membangun kepercayaan diri pelajar, kemampuan mengelola stres, serta mekanisme penyembuhan trauma sosial. Kedua Ketahanan Komunitas — memperkuat peran keluarga, guru, dan sekolah dalam mendeteksi dini serta menangani kasus perundungan secara cepat dan empatik.
Sebagai pimpinan organisasi pelajar tingkat nasional, Sulkifli menegaskan bahwa IPNU tidak hanya menyoroti masalah, tetapi juga mengambil langkah konkret di lapangan. Ia mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk melakukan audit nasional terhadap sistem pencegahan bullying dan radikalisme di sekolah, sembari memastikan implementasinya benar-benar dirasakan oleh para pelajar.
“Kami di IPNU mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan di sekolah. Namun IPNU tidak hanya menuntut — kami juga bergerak,” tegas Sulkifli.
Sebagai bentuk nyata aksi sosial dan pendidikan, PP IPNU telah meluncurkan program nasional bernama Squad Student Initiative (SSI).Program ini menjadi wadah peer-to-peer support yang dirancang untuk membantu pelajar saling berbagi pengalaman, mendengar satu sama lain, dan memperkuat ketahanan psikologis di lingkungan sekolah.
Fokus utama SSI meliputi lima isu krusial di kalangan pelajar:
Pertama Pencegahan bullying dan kekerasan verbal di sekolah, Kedua Penanganan kekerasan seksual, Ketiga Edukasi bahaya narkoba dan judi online, Keempat Literasi keuangan pelajar untuk mencegah jeratan pinjaman online (pinjol), Kelima Penguatan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama.
“Melalui SSI, kami ingin menciptakan ruang aman bagi pelajar untuk saling mendengar dan menguatkan. Banyak siswa merasa sendiri dan kehilangan arah karena tidak ada tempat untuk berbagi. IPNU hadir untuk menjembatani itu,” jelas Sulkifli.
Menutup pernyataannya, Sulkifli menyerukan agar sekolah, keluarga, dan lembaga pemerintah bersinergi menciptakan ruang pendidikan yang aman, inklusif, dan berkeadilan.
“Keamanan anak bangsa bukan hanya soal regulasi, tapi soal empati dan kehadiran. Mari kita jaga sekolah sebagai tempat tumbuhnya generasi yang tangguh, bukan arena lahirnya trauma,” tutupnya. (Nada/Jurnalindo)












