Jurnalindo.com, – Sengketa batas dan hak pengelolaan ruas jalan sepanjang sekitar 450 meter antara Desa Tambaharjo dan Desa Payang, Kecamatan/ Kabupaten Pati, kembali mencuat setelah proses mediasi di berbagai lembaga belum menemukan titik temu. Perselisihan ini kini telah memasuki tahap persidangan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Pati.
Kepala Desa Tambaharjo, Sugiyono atau akrab disapa Yoyong, menjelaskan bahwa persoalan ini sudah melalui berbagai jalur mediasi.
“Sudah beberapa kali dimediasi di Setda Pati tidak ada titik temu. Lalu saya dilaporkan ke Polresta Pati, juga tidak ada penyelesaian. Saya kira sudah selesai, ternyata muncul laporan perdata ke PN Pati,” ungkapnya di lokasi, Pada Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, proses mediasi di pengadilan pun tidak berhasil sehingga dilanjutkan ke sidang. Pada persidangan tersebut, Sugiyono menegaskan bahwa ia mampu menunjukan data resmi desa, termasuk peta wilayah dan peta BPN, yang menunjukkan ruas jalan tersebut masuk wilayah Desa Tambaharjo.
Ia berharap PN Pati dapat mengambil keputusan yang “arif dan bijaksana, tidak ada intimidasi dari pihak manapun, serta tidak menimbulkan gejolak antara Desa Tambaharjo dan Desa Payang.”
Selain itu, Yoyong mengingatkan bahwa hubungan kedua desa selama ini sangat dekat kita semua adalah saudara.
“Warga Payang banyak yang tinggal di Tambaharjo dan sebaliknya. Jalan itu juga fasilitas umum, dan warga Tambaharjo tidak pernah menutup jalan itu. Bahkan kami ikut memperbaiki, ya wajar kalau ikut merawat,” ujarnya.
Terkait permintaan Kades Payang agar jalan dilebarkan hingga 12 meter, Yoyong menyampaikan keberatan.
“Ini kan jalan desa, bukan pantura atau jalan provinsi. Lebarnya normal ya 4 meter. Kalau 12 meter memang ini jalan tol kan itu tidak wajar,” jelasnya.
Persoalan ini, kata Yoyong, sudah muncul sejak sebelum ia menjabat. Namun sebelumnya semua persoalan bisa dibicarakan baik-baik.
“Sekitar tahun 2020–2021 sudah ada masalah, mulai dari penebangan pohon randu. Saat itu Bu Erna sudah menjabat Kades Payang.”tuturnya.
“Kami welcome, tapi jangan sampai minta lebih. Wilayah tetap wilayah Tambaharjo,” tegasnya.
Soal klaim “nenek moyang membuka jalan”, Yoyong menanggapi kita semua juga dari nenek moyang atau leluhur.
“Kalau soal nenek moyang, kita semua dari nenek moyang. Tapi di Indonesia ada pemerintahan, ada batas aturan. Tidak bisa pakai alasan nenek moyang.”ucapnya
Di sisi lain, Kades Payang Erna menyampaikan bahwa jalan tersebut memiliki nilai sejarah bagi warganya.
“Nenek moyang kami, pendiri Desa Payang yaitu Mbah Dipokerti, membuka jalan itu. Makamnya juga berada di situ,” ujarnya.
Menurut Erna, sejak dulu hingga sekarang, warga Payang merawat jalan tersebut.
“Selama puluhan tahun, pengerasan, pengaspalan, hingga betonisasi tahun 2016–2018 semua menggunakan dana desa Payang,” kata Erna.
Ia juga menyebut adanya peninggalan berupa pohon randu di kiri–kanan jalan, yang hasilnya pernah masuk ke kas desa sebagai PAD.
“Jalan beton itu lebarnya 6 meter. Tambahan 3 meter kanan dan kiri itu sampai saluran air, itu bekas pohon randu dulu. Kami tidak pernah melebarkan bahu jalan, masih seperti dulu,” jelasnya.
Erna menegaskan bahwa perawatan jalan selama ratusan tahun dilakukan warga Payang.
“Kerja bakti selalu warga Payang. Warga Tambaharjo tidak pernah ikut merawat sejak dulu sampai sekarang,” tegasnya.
Meski mengakui bahwa secara wilayah administratif jalan itu masuk Tambaharjo, Erna membedakan antara wilayah dan kepemilikan manfaat.
“Wilayah memang Tambaharjo, tapi hak merawat kami mohon diberikan kepada Desa Payang. Karena beratus-ratus tahun dirawat oleh warga Payang, dari sebelum Indonesia merdeka,” katanya.
Ia menegaskan bahwa jalan tersebut tidak bisa disertifikatkan, namun pihaknya hanya meminta hak merawat, seperti membangun talud agar jalan tidak cepat rusak.
“Setelah kami bangun talud dan perbaikan, ya nanti kami serahkan ke Pemda. Kami hanya ingin diberi hak untuk merawat saja,” pungkasnya. (Juri/Jurnal)












