Jurnalindo.com, – Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PC-NU) Kabupaten Pati, Yusuf Hasyim, menegaskan bahwa pendidikan pesantren sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai pendidikan nonformal.
Menurutnya, Undang-Undang telah mengakui adanya mu’adalah, yaitu persamaan dan pengakuan resmi bagi lulusan pesantren dengan lulusan pendidikan formal lainnya.
“Kurikulum, ujian, dan sertifikasi pendidikan pesantren sudah diatur sesuai standar pendidikan formal,” ujar Yusuf saat ditemui belum lama ini.
Ia juga menjelaskan bahwa lulusan pesantren kini memiliki jalur Pendidikan Diniyah Formal (PDF) yang diakui setara dengan sekolah formal seperti SD, SMP, dan SMA.
“Sebenarnya sekolah formal atau nonformal itu tidak ada, yang penting adalah anak-anak bangsa, termasuk anak-anak di Pati, mendapatkan perhatian dan kesempatan yang sama.” tegas Yusuf panggilan akrabnya
Menurutnya Pendidikan Diniyah Formal sendiri merupakan program terstruktur yang menggabungkan pendidikan agama dengan pendidikan umum.
Program ini dibagi menjadi tiga jenjang: Ula (setara SD/MI), Wustha (setara SMP/MTs), dan Ulya (setara SMA/MA). Dengan komposisi pembelajaran 70 persen materi agama dan 30 persen pendidikan umum, lulusan PDF mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah yang setara dengan lulusan sekolah formal lainnya.
Meski demikian, Yusuf mengakui bahwa diskriminasi terhadap lulusan pesantren masih kerap terjadi, terutama di lingkungan sekolah negeri dan swasta. Selain itu, perbedaan perlakuan antara sekolah umum dengan madrasah atau lembaga keagamaan juga masih menjadi persoalan yang harus segera diatasi.
“Padahal, lembaga pendidikan seperti madrasah dan sekolah swasta sama-sama berkontribusi besar dalam dunia pendidikan. Mereka membantu pemerintah tanpa harus membangun gedung atau membayar guru, cukup dengan memberikan dukungan,” jelas Yusuf.
Ia menegaskan pentingnya menghapus diskriminasi ini agar lulusan pesantren bisa mendapatkan perlakuan yang adil dan setara, serta mampu bersaing secara sehat di dunia pendidikan dan pekerjaan.
“Diskriminasi sekolah itu masih terjadi di Pati, jadi itu harus dihilangkan,” pungkasnya.
Dengan pengakuan dan penguatan Pendidikan Diniyah Formal, diharapkan lulusan pesantren dapat lebih mudah berperan aktif dalam pembangunan bangsa tanpa harus menghadapi stigma negatif. Pendidikan pesantren yang kini terintegrasi dengan sistem pendidikan formal menjadi harapan baru untuk mencetak generasi ulama dan tenaga ahli agama yang kompeten dan diakui secara nasional. (Juri/Jurnal)