JurnalIndo.Com – Polemik terkait pembatasan penggunaan hijab bagi dokter dan perawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, tengah ramai dibicarakan di media sosial. Pihak RS Medistra akhirnya menyampaikan permintaan maaf setelah isu larangan hijab tersebut menjadi sorotan publik.
Kontroversi ini mencuat setelah seorang dokter bernama Diani Kartini mengungkapkan melalui sebuah surat yang viral di media sosial pada Kamis (29/8/2024), bahwa dua kerabatnya mengalami pembatasan dalam menggunakan hijab saat proses wawancara kerja di RS Medistra.
Surat tersebut segera mendapat perhatian luas dan memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan kebijakan rumah sakit terkait dengan penggunaan hijab, terutama mengingat hijab merupakan bagian dari keyakinan religius yang penting bagi sebagian orang.
Menanggapi isu yang berkembang, Direktur RS Medistra, Agung Budisatria, menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Agung juga menegaskan bahwa pihak rumah sakit akan segera mengambil langkah evaluasi dan peningkatan dalam proses rekrutmen.
“Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi,” kata Agung Budisatria dalam pernyataannya yang dilansir oleh Antara, Senin (2/9/2024). dilansir dari detik.Com
Agung menjelaskan bahwa pemantauan ketat terhadap proses rekrutmen ini merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki layanan dan memastikan bahwa semua pelamar diperlakukan dengan adil tanpa diskriminasi.
“Rumah Sakit Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat,” ujarnya.
Dia juga menyatakan bahwa pihak manajemen RS Medistra sedang menangani masalah ini dengan serius untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Agung berharap pesan yang disampaikan rumah sakit dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak, dan pihaknya berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan menghormati keberagaman.
Polemik ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi institusi lain dalam menghormati hak-hak karyawan dan pelamar kerja, termasuk hak untuk menjalankan keyakinan religius mereka.
Jurnal/Mas