Jurnalindo.com – Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, mengungkapkan keprihatinannya terkait tren baru dalam politik Indonesia, di mana menantu dan anak dari pemimpin negara disiapkan untuk terjun ke dunia politik. Menurut Djarot, fenomena ini baru muncul di era pemerintahan saat ini, yang berbeda dengan era-era sebelumnya sejak Presiden Sukarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Sejak masa Pak Jokowi inilah ya, anak-anak dan menantu sama keluarga terdekatnya itu terlibat aktif di dalam politik,” ujar Djarot di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024). “Sejak Presiden Sukarno, Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, baru kali ini. Mulai dari anaknya, menantunya, mungkin cucunya, mungkin saudaranya akan disiapkan. Di dalam demokrasi prosedural, oke boleh. Tapi di dalam demokrasi, di dalam politik itu ada etika, ada moral,” tambahnya. dilansir dari detik.com
Pernyataan Djarot ini merujuk pada pengusungan Wali Kota Medan, Bobby Nasution, dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara. Ia menilai bahwa baru di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, keluarga dekat pemimpin negara aktif terlibat dalam kontestasi politik.
Menanggapi pernyataan Djarot, Ketua DPP PSI, Ariyo Bimmo, menyatakan bahwa isu dinasti politik tidak relevan dalam sistem demokrasi. Ariyo menegaskan bahwa dalam demokrasi, pilihan politik sepenuhnya berada di tangan rakyat yang memilih secara langsung.
“Dalam sistem demokrasi isu dinasti tidak relevan karena rakyat yang memilih langsung,” kata Ariyo kepada wartawan, Kamis (11/7/2024). “Mari kita tidak remehkan kecerdasan rakyat dalam memilih pemimpin yang mereka inginkan. Biarkan rakyat menentukan di kotak suara,” ujarnya.
PSI juga mengingatkan agar tidak meremehkan kemampuan masyarakat dalam menentukan pilihan politik mereka. Ariyo menekankan bahwa keputusan akhir berada di tangan rakyat di bilik suara saat pemilihan.
“Sebagai parpol, sebaiknya fokus saja dengan persiapan kita sendiri. Banyak sekali komunikasi politik yang perlu dilakukan, baik internal maupun antarparpol,” imbuhnya.
Pernyataan dari kedua tokoh ini mencerminkan perbedaan pandangan dalam melihat fenomena keterlibatan keluarga dekat pemimpin negara dalam politik. Di satu sisi, Djarot Saiful Hidayat menyoroti aspek etika dan moral dalam demokrasi, sementara di sisi lain, PSI menekankan pentingnya kepercayaan pada pilihan rakyat dalam sistem demokrasi yang langsung.
Jurnal/Mas