Jurnalindo.com, – Usai dituntut 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsidiair pidana enam bulan kurungan, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) membacakan pleidoi atau nota pembelaannya di hadapan majelis hakim.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, SYL meminta agar dirinya dibebaskan atau dijatuhi hukuman yang seadil-adilnya.
“Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim atas izin Allah SWT dan dilandasi hati nurani untuk memutuskan kepada saya putusan bebas atau putusan yang seadil-adilnya,” kata SYL dalam sidang, Jumat (5/7/2024).
SYL menegaskan bahwa dirinya bukan penjahat atau pemeras sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Majelis Hakim Yang Mulia, saya bukan penjahat apalagi pemeras. Saya bukan pengkhianat, tapi saya adalah pejuang,” ujar SYL.
SYL juga membantah memiliki watak dan perilaku koruptif. Menurut SYL, ketika menerima uang maupun pembiayaan dari mantan ajudan pribadinya Panji Hartanto dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono, dia selalu bertanya apakah sumbernya benar.
SYL pun menyebut bahwa para bawahannya tersebut selalu menyatakan penerimaannya merupakan hak seorang menteri.
“Kata khas yang selalu saya ingat, ‘Ini sudah dipertanggungjawabkan, Bapak. Ini sudah menjadi hak menteri, Bapak’,” katanya. “Tidak jadi sembahyang saya, kalau dia tidak sebut itu,” ujar SYL melanjutkan.
SYL menuding para pejabat di Kementan melakukan pendekatan hingga mencari muka di hadapan keluarganya. Hal itu membuat istri, anak hingga cucunya mengenal pejabat Kementan dengan tujuan untuk pamrih, seperti berharap naik jabatan atau memiliki akses lebih ke menteri.
“Berharap pamrih antara lain naik jabatan, punya akses ke menteri dan lain-lain,” kata SYL. Dia menyebut tindakan itu dilakukan para pejabat Kementan dengan menawarkan pembelian tiket, barang, perbaikan, belanjaan, dan lainnya, dengan ucapan khas, ‘nanti kami yang selesaikan’,” ujar SYL.
Beberapa kali menangis saat membacakan pleidoi, SYL menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memiliki watak dan perilaku koruptif. SYL mengatakan, jika memang melakukan korupsi selama menjabat sebagai birokrat, maka kekayaannya sudah sangat banyak.
Namun, dia hanya memiliki rumah BTN saat menjadi Gubernur Sulawesi Selatan.
“Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran Bapak, yang di Makassar itu, saya tinggal di BTN,” ujar SYL terisak. “Saya enggak bisa disogok-sogok orang, Yang Mulia, enggak biasa,” katanya lagi terdengar merintih.
SYL mengklaim bahwa uang yang dia terima selama ini hanya bersumber dari honor dan uang perjalanan dinas sebagai Menteri Pertanian.
Kemudian, SYL kembali menangis ketika menyebut bahwa dirinya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi a de charge atau meringankan.
“Saya memberanikan diri pernah mengajukan permohonan agar Presiden RI Bapak Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Bapak Jusuf Kalla berkenan menjadi saksi a de charge saya,” kata SYL dengan terisak.
Menurut SYL, dia memberanikan diri meminta kedua tokoh tersebut menjadi saksi meringankan karena merasa sudah selalu berupaya berbakti kepada negara dan mempertahankan integritas.
“(Jabatan dua periode) menunjukkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja maupun integritas saya,” ujarnya. “Karena alasan itu, memberanikan diri meminta Presiden Jokowi dan JK hadir di persidangan menjadi saksi meringankan,” kata SYL melanjutkan.
Dalam kesempatan tersebut, SYL juga memutarkan video arahan Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021, guna membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor sentral pada masa pandemi Covid-19. Jokowi menyoroti peringatan Food Agriculture Organization (FAO) terkait risiko krisis pangan sehingga pengolahan dan pertumbuhan pertanian harus dimaksimalkan.
“Presiden Republik Indonesia Bapak Haji Joko Widodo juga dalam pidatonya pada pembukaan sensus pertanian pada tahun 2023, ‘mengingatkan kemungkinan krisis pangan besar yang diakibatkan cuaca ekstrem dan perang di Eropa yang terus bergejolak,” ujarnya. Jokowi menyebut bahwa 435 juta orang di dunia terancam krisis pangan dan kelaparan.
SYL menyampaikan capaian nilai dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada sektor pertanian di Indonesia tahun 2020-2022, nilai tukar atau nilai kesejahteraan petani yang meningkat, nilai tukar usaha petani, hingga nilai ekspor pertanian dan peningkatan angka serapan lapangan kerja di sektor pertanian.
“Adapun pencapaian yang dibahas di atas sangat dipengaruhi oleh keadaan Pandemi Covid-19 serta kondisi global dunia antara lain perang dagang,” kata SYL.
Diketahui, SYL dituntut 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsidiair pidana enam bulan kurungan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.
Selain itu, politikus Partai Nasdem ini juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dolar Amerika Serikat (AS) subsidiair empat tahun kurungan. Jaksa KPK menilai SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
SYL disebut melakukan pemerasan bersama-sama dengan dua anak buahnya, mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat Pertanian Muhammad Hatta. (Kompas/Nada)