Jurnalindo.com – Ajaran Islam wasathiyah di kalangan muslim Indonesia telah membentuk kekuatan komunal, sehingga komunisme yang bersifat ekstrem dan anti-Tuhan tidak dapat menguasai bangsa Indonesia, demikian kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Mahfud dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa mengatakan “Walaupun sempat berkembang dan membentuk partai politik namun tidak berhasil melakukan revolusi dan membentuk diktator ploretariat,”.
“Demikian pula dengan radikalisme di Indonesia, Paham tersebut tidak mudah berkembang karena Islam yang diyakini masyarakat Indonesia adalah Islam wasathiyah atau Islam moderat.”, lanjut Mahfud.
Saat ini, perkembangan paham radikal itu masih dapat dikendalikan meskipun masih terdapat pemikiran dan kelompok radikal yang menunjukkan manifestasi dalam bentuk aksi teror hingga mengorbankan manusia dan harmoni sosial.
“Jika paham radikalisme ini tidak terkontrol dan menjadi keyakinan mayoritas umat Islam, tentu Indonesia akan dengan mudah menjadi seperti Syria dan Afganistan,” katanya.
Sebagai agenda utama untuk mencegah berkembangnya komunisme dan radikalisme, dia juga menekankan pentingnya menjaga kehidupan sosial dan moral peradaban masyarakat sesuai dengan ajaran Islam.
“Komunisme dan radikalisme, sebagai pandangan dan cara berpikir, tentu memiliki kesempatan untuk bangkit dan merebak. Jika ada pada situasi dan kondisi sosial yang tepat, yaitu saat terjadi ketidakadilan atau saat kehidupan masyarakat mengalami kemerosotan moral, maka menjaga kehidupan sosial dan moral peradaban masyarakat sesuai dengan ajaran Islam adalah agenda utama untuk mencegah berkembangnya komunisme dan radikalisme,” jelasnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengatakan untuk mencapai tujuan masyarakat tanpa kelas, komunisme berada di titik ekstrem dengan menghalalkan segala cara, demikian jelas Mahfud MD dalam webinar bertemakan “Komunisme dan Radikalisme dalam Pandangan Islam” yang diselenggarakan oleh Center for Information and Development Studies Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (CIDES ICMI) di Jakarta, Senin (18/4).
Radikalisme juga bertentangan dengan ajaran Islam, dari titik paling prinsipil hingga praktik yang dilakukan, katanya. Ajaran Islam meletakkan kebenaran mutlak hanya milik Allah Swt., sedangkan kebenaran manusia bersifat relatif.
“Oleh karena itu, setiap yang diyakini sebagai kebenaran oleh manusia harus selalu menyisakan ruang untuk melihat dan berdialog dengan kebenaran lain. Hal ini tidak berlaku dalam pandangan radikalisme yang berpangkal pada klaim kebenaran tunggal, yang ada pada kelompok mereka sendiri. Kelompok lain pasti salah dan harus tunduk pada kebenaran yang mereka yakini. Jika tidak tunduk, maka harus dibinasakan dengan menghalalkan semua cara termasuk penyiksaan dan pembunuhan,” ujarnya.(ara/iva)