jurnalindo.com – Mungkin Kita pernah mengalami ketika selesai berjamaah sendal tiba-tiba hilang. Entah siapa yang membawa dan apa motifnya, jika dipikir-pikir rasanya agak jengkel juga ya
Meski begitu, Kita tidak diperkenankan mengambil sandal jama’ah lain yang masih ada. Forum Muktamar Ke-5 NU di Pekalongan, Jawa Tengah pada 1930 M, dilansir dari NUonline pernah membahas masalah ini. Para peserta Muktamar merespons praktik membawa sandal yang ditemukan dari masjid karena sandalnya misalnya hilang.
Dihadapkan dengan pertanyaan Bolehkah memakai sandal yang diketemukan di masjid, misalnya karena sandalnya hilang, para Kiai menjawab “Tidak boleh (dilakukan)! Karena sandal tersebut adalah barang temuan (luqathah),” sebagaimana keterangan Kitab Bughyatul Mustarsyidin.
مِنَ اللُّقَطَةِ أَنْ تُبْدَلَ نَعْلُهُ بِغَيْرِهَا فَيَأْخُذُهَا فَلاَ يَحِلُّ لَهُ اسْتِعْمَالُهَا إِلاَّ بَعْدَ تَعْرِيْضِهَا بِشَرْطِهِ أَوْ تَحَقُّقِ اِعْرَاضِ الْمَالِكِ عَنْهَا
Artinya: “Termasuk luqathah (barang temuan) adalah tertukarnya sandal seseorang dengan sandal orang lain kemudian ia mengambilnya, maka ia tidak halal memakainya kecuali setelah diumumkannya sesuai dengan persyaratannya, atau sudah yakin bahwa si pemiliknya memang telah meninggalkannya.” (Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, (Surabaya: al-Hidayah, t. th.), halaman 178).
Sesuai dengan keterangan diatas, maka hukum mengambil sandal jama’ah lain tidak diperkenankan. Namun jika ada pengumuman mengenai kehalalan sandal tersebut atau ada keyakinan jika pemilik sandal sudah benar-benar meninggalkanya, maka diperbolehkan.