Jurnalindo.com, JAKARTA, 23/11 – Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (APSI) menilai aturan registrasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) sangat efektif mencegah peredaran ponsel ilegal.
“Hampir 100 persen bisa dicegah,” kata Ketua Hubungan Pemerintahan APSI Syaiful Hayat di Jakarta, Rabu.
Menurut perhitungan APSI, Indonesia memasuki pasar gelap setiap bulan sekitar 600.000 unit ponsel sebelum aturan registrasi IMEI diberlakukan. APSI juga menemukan bahwa kasus penegakan perangkat seluler ilegal menurun.
Pada 2019, berdasarkan data mereka, 514 tindakan terhadap perangkat seluler adalah ilegal. Sedangkan pada tahun 2020-2022, setelah aturan registrasi IMEI hanya dilakukan 361 prosedur. Dampak penurunan ponsel ilegal juga terasa pada penjualan di situs marketplace digital, namun APSI tidak menyebutkan seberapa besar penurunannya.
Berdasarkan laporan yang mereka terima mengenai batasan regulasi IMEI, APSI menilai masih ada pihak yang memanfaatkan celah tersebut, namun jumlahnya masih relatif kecil.
Salah satu kasus yang mereka temui adalah IMEI perangkat yang terekam oleh turis asing. Melalui jalur registrasi turis asing, IMEI ponsel akan terekam selama tiga bulan, setelah itu tidak bisa lagi terkoneksi dengan sinyal seluler.
Baca Juga: Edukasi warga beralih ke motor listrik, Electrum gandeng The Prediksi
Dengan aturan IMEI, nomor ponsel dengan IMEI ilegal di Indonesia tidak bisa terhubung dengan sinyal seluler alias diblokir.
“Kalau masih memanfaatkan celah, pasti tidak permanen, suatu hari ponsel akan terblokir,” kata Syaiful.
Oleh karena itu, APSI menilai masih perlu edukasi ke masyarakat mengenai regulasi registrasi IMEI dan ponsel resmi supaya masyarakat tidak mudah terjebak pada ponsel yang dijual dengan harga lebih murah.
Pemerintah memberlakukan regulasi registrasi IMEI pada 2020 untuk menciptakan industri yang sehat di dalam negeri dan melindungi masyarakat dari gawai ilegal.
Registrasi IMEI juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara hingga Rp2,8 triliun. (Slmn/antara)