Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Bantah Miliki Tambang Ilegal, Sorotan Mengarah ke PT Karya Wijaya

Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda akhirnya angkat bicara mengenai tuduhan keterlibatan dirinya dalam perusahaan (Sumber foto : Tempo.co)
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda akhirnya angkat bicara mengenai tuduhan keterlibatan dirinya dalam perusahaan (Sumber foto : Tempo.co)

Jurnalindo.com, – Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda akhirnya angkat bicara mengenai tuduhan keterlibatan dirinya dalam perusahaan tambang yang diduga bermasalah secara perizinan. Tuduhan tersebut mencuat setelah beberapa media melaporkan adanya kejanggalan dalam penerbitan konsesi tambang di wilayah Maluku Utara, termasuk yang terkait dengan PT Karya Wijaya, perusahaan keluarga yang selama ini dikaitkan dengan Sherly.

Sherly: Perizinan Lengkap, Perusahaan Baru Beroperasi Agustus 2025

Sherly mengakui bahwa dirinya sempat meminta klarifikasi kepada sejumlah manajemen perusahaan tambang yang namanya disorot publik. Salah satunya PT Karya Wijaya, perusahaan yang memiliki konsesi tambang di Halmahera.

Menurut Sherly, pihak manajemen membantah adanya masalah perizinan dan menegaskan bahwa seluruh dokumen legal perusahaan telah lengkap.

“PT Karya Wijaya juga baru beroperasi pada Agustus 2025,” ujarnya kepada Tempo, Senin (17/11/2025), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Sherly turut menegaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi menjadi pengurus aktif perusahaan tersebut. Ia mengklaim telah mundur sebulan sebelum dilantik menjadi gubernur dan menyerahkan pengelolaan kepada para profesional.

Menurut Sherly, pejabat negara memang tidak diperkenankan menjadi pengurus aktif perusahaan, namun masih diperbolehkan menjadi pemegang saham.

“Jadi tidak ada konflik kepentingan di sini,” tegasnya.

Konsesi Tambang Meluas Saat Momentum Pilgub

Menurut laporan Majalah Tempo edisi 10–16 November 2025, Sherly masih tercatat sebagai pemegang saham terbesar PT Karya Wijaya, warisan dari mendiang suaminya, Benny Laos. Sisa saham dimiliki tiga anak mereka.

PT Karya Wijaya awalnya memiliki satu konsesi seluas 500 hektare di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, dengan IUP Operasi Produksi bernomor 502/34/DPMPTSP/XII/2020 yang berlaku hingga 4 Desember 2040.

Namun, perusahaan ini kemudian memperluas konsesi ke wilayah Halmahera Timur dengan IUP Operasi Produksi Nikel nomor 04/1/IUP/PMDN/2025 seluas 1.145 hektare, yang terbit pada 17 Januari 2025—tepatan dengan masa pemilihan Gubernur Maluku Utara.

Langkah ekspansi inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan publik.

Dugaan Masalah Perizinan dan Dampak Lingkungan

Sumber Tempo yang memahami aktivitas tambang di Maluku Utara menyebut terdapat dugaan bahwa izin konsesi PT Karya Wijaya diloloskan tanpa mekanisme yang semestinya.

Selain itu, perusahaan dituding:

  • belum membayar jaminan reklamasi di Pulau Gebe,

  • belum membangun tanggul sedimen,

  • hingga menyebabkan warna air laut di sekitar lokasi tambang menjadi merah.

Masalah ini menambah panjang daftar persoalan pertambangan di wilayah Maluku Utara—yang belakangan kerap mendapat sorotan karena kerusakan lingkungan dan sengketa izin.

Jejak Kasus: Dua IUP PT Karya Wijaya Pernah Diusut Kejati

Pada tahun lalu, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara sempat mengusut dugaan korupsi dalam penerbitan 22 IUP tambang. Kasus tersebut terkait masa transisi kewenangan penerbitan izin dari kabupaten/kota ke provinsi pada 2016, lalu dari provinsi ke pemerintah pusat pada 2019.

Dari 22 IUP bermasalah tersebut, dua milik PT Karya Wijaya dan PT Bela Kencana—perusahaan milik mendiang Benny Laos—termasuk dalam daftar yang diusut. Namun hingga kini belum ada kejelasan kelanjutan kasus.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Maluku Utara, Richard Sinaga, belum merespons.

Pemprov Malut Klaim Perizinan Sudah Sesuai Administrasi

Di sisi lain, Kepala Seksi Perizinan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Maluku Utara, Muttaqin, menyatakan bahwa izin usaha tambang yang diterbitkan pemerintah provinsi telah melalui proses administrasi yang lengkap.

“Sejauh ini belum ada masalah dengan izin perusahaan yang terafiliasi dengan Gubernur Sherly,” ujarnya.
“Untuk amdal, silakan ditanyakan kepada dinas terkait.”

KLHK: 500 Hektare Sudah Punya IPPKH, 1.145 Hektare Belum

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Mahfudz, memastikan bahwa konsesi 500 hektare milik PT Karya Wijaya telah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sesuai SK Menteri LHK Nomor 1348 Tahun 2024.

Namun, untuk area 1.145 hektare yang diperoleh pada 2025:

“Diduga belum mendapatkan IPPKH. Saat ini sedang dalam proses penetapan batas area kerja,” kata Mahfudz.

Hal inilah yang membuat perusahaan kembali disorot karena IPPKH merupakan syarat wajib bagi aktivitas tambang yang berada di kawasan hutan.

Sherly Tegaskan Tidak Keluarkan Rekomendasi IUP

Sherly menambahkan bahwa sebagai gubernur, tugasnya hanya melaporkan jika ada masalah pertambangan dan memberikan rekomendasi penerbitan IUP bila dibutuhkan.

“Tapi sampai hari ini saya belum mengeluarkan satu pun rekomendasi IUP,” katanya menegaskan. (Nada/Tempo.co)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *