Kenaikan PBB 250% di Pati Picu Protes: LBH dan Aktivis Hukum Tuding Ada Pelanggaran Hukum

Jurnalindo.com,- Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga lebih dari 250% menuai gelombang kritik tajam.

Dalam sebuah diskusi publik yang digelar pada Sabtu (19/7/2025), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Teratai Pati bersama Institut Hukum dan Kebijakan Publik (Inhaka) serta Dewan Kota Pati menyampaikan keprihatinan dan dugaan pelanggaran hukum atas kebijakan tersebut.

Acara diskusi yang digelar sebagai bentuk tanggapan terhadap keresahan masyarakat ini dihadiri sejumlah tokoh penting, seperti Nimerodin Gule dari LBH Teratai Pati, Husaini dari Inhaka, Pramudya dari Dewan Kota Pati, serta tokoh masyarakat dan aktivis hukum.

Dalam paparannya, Nimerodin Gule, SH, menegaskan bahwa kenaikan PBB tersebut seharusnya dirumuskan melalui mekanisme legislasi, yaitu melalui Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh DPRD. Namun, yang terjadi justru sebaliknya kebijakan kenaikan pajak dilakukan sepihak oleh eksekutif daerah tanpa dasar hukum yang sah.

“Kebijakan ini jelas melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2004 dan tidak mencerminkan asas-asas pemerintahan yang baik. Kenaikan NJOP yang menjadi dasar naiknya PBB seharusnya dibahas bersama DPRD, bukan diputuskan sepihak,”tegas Nimerodin.

Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dalam penggunaan dana hasil kenaikan PBB serta risiko intimidasi terhadap masyarakat yang menyampaikan protes.

Menurutnya, DPRD wajib segera memanggil Bupati untuk meminta klarifikasi dan melakukan investigasi. Jika terbukti ada pelanggaran, DPRD dapat mengajukan rekomendasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk menindaklanjuti.

Senada dengan itu, Husaini dari Inhaka menyayangkan sikap pemerintah daerah yang tidak hadir dalam diskusi tersebut, meski telah diundang secara resmi.

“Ketidakhadiran Bupati dan anggota DPRD menunjukkan lemahnya komitmen terhadap transparansi dan dialog publik,” ujarnya.

Diskusi ini menjadi sorotan penting di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya.

“Kenaikan pajak yang drastis tanpa keterbukaan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan memperberat beban rakyat kecil,”ucapnya.

Para narasumber menegaskan bahwa pengambilan kebijakan publik harus menjunjung tinggi prinsip keadilan sosial dan melibatkan partisipasi masyarakat. Mereka berharap diskusi ini menjadi titik awal untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan berpihak pada kepentingan rakyat. (Juri/Jurnal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *