Jurnalindo.com, – Pada Jumat, 24 Januari 2025, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, melakukan peninjauan terhadap kawasan laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Peninjauan ini dilakukan seiring dengan temuan adanya pagar bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di kawasan laut tersebut.
Pagar bambu ini menjadi titik perhatian setelah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN memeriksa dan mengevaluasi keberadaan sertifikat atas tanah di wilayah tersebut, baik berupa HGB (Hak Guna Bangun) maupun SHM (Sertifikat Hak Milik).
Perdebatan antara Menteri Nusron Wahid dan Kepala Desa Kohod
Salah satu momen yang cukup mencuri perhatian dalam pengecekan ini adalah terjadinya perdebatan antara Menteri Nusron Wahid dan Kepala Desa Kohod, Arsin. Perdebatan ini muncul terkait status tanah yang memiliki sertifikat HGB di area yang kini telah teraliri air laut.
Arsin menyatakan bahwa tanah tersebut dulunya merupakan empang yang terkena abrasi dan kini telah diberi batu untuk memperkuat tanah sejak tahun 2004. Ia juga menyebutkan bahwa tanah tersebut tidak bisa sampai ke daratan karena sifat alamnya yang telah berubah.
Namun, Menteri Nusron Wahid tetap menegaskan bahwa, meskipun Kepala Desa memiliki pendapat tersebut, secara faktual, material yang ada di lapangan sudah tidak lagi berupa tanah seperti sebelumnya.
Pihaknya menyatakan bahwa apabila material tersebut hilang atau musnah, maka hak atas tanah tersebut otomatis akan hilang, termasuk hak milik (SHM) dan hak guna bangun (HGB). Menteri Nusron menegaskan bahwa pengecekan ini bertujuan untuk memastikan bahwa sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN sesuai dengan kondisi fisik di lapangan.
Pembatalan Sertifikat di Kawasan Laut Tangerang
Setelah melakukan pemeriksaan, Menteri Nusron Wahid memutuskan untuk membatalkan sekitar 50 sertifikat, baik itu SHM maupun HGB, untuk bidang tanah yang materialnya sudah tidak terlihat lagi. Pembatalan ini berdasarkan pada kriteria bahwa tanah yang tidak memiliki material lagi, seperti dalam kasus abrasi atau perubahan alam lainnya, akan dianggap sebagai tanah musnah, sehingga hak atas tanah tersebut menjadi tidak sah.
Menteri Nusron juga menambahkan bahwa meskipun terjadi perdebatan dengan Kepala Desa Kohod, pembatalan sertifikat ini dilakukan demi menjaga integritas data pertanahan dan memastikan bahwa sertifikat yang diterbitkan oleh BPN tidak bertentangan dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Pernyataan Warga Desa Kohod dan Kepala Desa
Warga Desa Kohod, Khaerudin, yang turut hadir dalam proses pembatalan sertifikat tersebut, menegaskan bahwa kawasan yang sekarang terpasang pagar bambu bukanlah empang, melainkan laut sejak dahulu. Khaerudin menjelaskan bahwa kawasan tersebut sudah terendam laut, dan tidak ada empang atau tambak seperti yang disebutkan oleh Kepala Desa.
Di sisi lain, Kepala Desa Kohod, Arsin, mengonfirmasi bahwa pemagaran bambu tersebut diketahui oleh pihaknya, meskipun ia mengaku tidak mengetahui secara rinci siapa pihak yang bertanggung jawab atas pagar tersebut. Ia mengaku bahwa pemagaran dilakukan untuk membatasi tanah yang terkena abrasi dan untuk melindungi mata pencaharian warga sekitar.
Peninjauan yang dilakukan oleh Menteri Nusron Wahid di kawasan laut Desa Kohod ini menyoroti pentingnya verifikasi fisik dalam proses sertifikasi tanah.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat antara pihak Kementerian dan Kepala Desa, langkah pembatalan sertifikat yang telah dilakukan menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan agar sertifikat yang diterbitkan benar-benar mencerminkan kondisi tanah yang ada. Pembatalan sertifikat diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam penyelesaian masalah pertanahan di kawasan tersebut, serta memperjelas status hukum atas tanah yang ada. (Nada/Kumparan)