Oase  

Seni Bercanda Rasulullah Terhadap Sesama yang Perlu Kita Teladani

jurnalindo.com – Dalam ajaran Islam, bercanda tidak dilarang. Bahkan, ada sejumlah seni bercanda Rasulullah yang bisa kita teladani dan jadikan pedoman. Bercanda disebut sebagai cara untuk melemaskan otot-otot yang tegang, serta dapat mempererat hubungan antar sesama.

Namun sayangya, bercanda terkadang bisa memicu timbulnya salah paham, bahkan menyebabkan pecahnya persaudaraan. Inilah mengapa mengulas kembali seni bercanda ala Rasulullah SAW dirasa perlu untuk sekarang ini.

Bercanda dapat kita ibaratkan pisau bermata dua. Dengan cara yang benar, akan menjadi hiburan yang menyegarkan. Sebaliknya, candaan bisa saja memicu timbulnya perasaan tersinggung, dan berakhir dengan perkelahian.

Supaya candaan tidak menjadi senjata yang mematikan, ada baiknya kita meneladani bagaimana adab Rasulullah SAW dalam bercanda. Bercandalah dengan cara-cara yang benar, dan secukupnya saja.

Karena bercanda berlebihan juga tidak baik untuk hati sebab menyebabkan banyaknya tertawa, sedangkan tertawa berlebihan itu akan mematikan hati. Rasulullah SAW bersabda terkait hal ini dalam sebuah hadits yang artinya :

“Jauhilah banyak tertawa, karena ia dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya dari wajah seseorang” (HR. Ibnu Hibban no. 361)

Hadits ini memberi arahan bahwasanya bercanda itu boleh, namun tidak dengan berlebihan. Selanjutnya, mari kita simak bagaimana seni bercanda Rasulullah SAW kepada istri, dan juga sahabat-sahabatnya.

5 Seni Bercanda Rasulullah SAW yang Harus Kita Tahu

Di antara kita, adakah yang memiliki pengalaman buruk tentang bercanda? Paling tidak, masing-masing dari kita pernah merasa tersinggung akibat candaan dari teman-teman.

Parahnya lagi, banyak yang tidak sadar bahwasanya candaannya telah menorehkan luka pada perasaan orang lain. Sebetulnya, hal seperti inilah yang harus kita hindarkan. Jangan sampai, candaan yang semula untuk menghibur, malah menjadi pemicu timbulnya sakit hati pada orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, candaan yang mengaitkan kondisi fisik, bahkan menggunakan nama-nama hewan sudah sangat biasa kita dengar. Lama kelamaan, hal ini menjadi sesuatu yang lumrah, dan menjadi suatu kebiasaan yang melekat pada masyarakat.

Seni bercanda Rasulullah perlu kembali kita gaungkan untuk mengimbangi kebiasaan ini, dan pelan-pelan menghilangkannya. Belakangan ini, istilah body shaming gencar jadi perbincangan.

Ini merupakan sebutan untuk gaya bercanda yang melibatkan kondisi fisik seseorang. Misalkan memanggil teman dengan panggilan si hitam, atau si keriting, dan panggilan lain yang menyangkut kondisi fisik seseorang.

Mulanya, hal ini mungkin sesuatu yang biasa saja. Namun sadarlah bahwa tidak semua orang mampu memberikan toleransi terhadap candaan demikian. Alih-alih terhibur dan ikut tertawa, ia malah merasa tersinggung, sakit hati dan kemudian mendendam.

Supaya kita terhindar dari perilaku seperti itu, mari sama-sama kita teladani seni bercanda Rasulullah SAW. Berikut adalah 5 adab bercanda ala Rasulullah yang perlu kita tahu.

Tidak Berdusta Ketika Bercanda

Rasulullah SAW sama sekali tidak menggunakan kebohongan sebagai candaan, apapun itu konteksnya. Mungkin, kita pernah mendengar bahwa salah satu kebohongan yang boleh adalah bohong untuk menyenangkan orang lain.

Ketahuilah bahwa ini adalah anggapan yang salah. Tidak ada pembenaran untuk kebohongan, apalagi dalam bercanda. Bohong untuk menghibur hanya berlaku pada pasangan suami istri. Suami kepada istrinya, dan istri kepada suaminya.

Selain perkara tersebut, tidak ada yang mengizinkan berbohong demi sebuah candaan. Dalam sebuah riwayat, ada sebuah cerita yang mengisahkan seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW, ia bertanya;

“Rasulullah, mohon doakanlah ampunan Allah kepadaku” Pada saat itu, Rasulullah menjawab dengan berkata; “Apakah kamu tidak tahu bahwa tidak ada orang tua di surga?” Mendengar jawaban Rasulullah, perempuan tadi lantas menangis.

Melihat perempuan itu menangis, Rasulullah tersenyum dan berkata; “Apakah kamu tidak membaca al-Qur’an yang mengatakan: “Kami menjadikan mereka (bidadari) perawan-perawan yang penuh cinta dan sebaya umurnya?”

Maksud perkataan Rasulullah ini adalah, beliau tidak berdusta kepada perempuan tersebut. Rasulullah mengucapkan hal yang benar. Hanya saja beliau menggunakan permainan kosa kata, dan tidak berbicara langsung pada intinya.

Beginilah cara Rasulullah SAW bercanda kepada orang lain. Tidak berdusta, hanya memainkan logika dalam kata-katanya. Terkait larangan berbohong ketika bercanda, juga bisa kita lihat dalam sebuah hadits yang artinya:

“Celakalah orang yang memberikan pidato kepada orang dan berbohong untuk membuat mereka tertawa. Celakalah dia, celakalah dia” (Sunan Abi Dawud (4990), Sunan al-Tirmidzi (2315), dan Sunan al-Darimi (2702).

Berdasarkan hadits ini, maka jelaslah sudah bahwa berbohong hanya untuk membuat orang lain tertawa adalah hal yang tidak boleh kita lakukan. Mulai sekarang, berhenti melakukan kebohongan seperti ini, ya!

Candaan tidak Menyimpang dari Masalah Iman

Selain tidak berbohong, seni bercanda Rasulullah SAW juga tidak menyimpang dari masalah iman. Hal yang termasuk penyimpangan iman adalah meremehkan, melukai dan menggunakan candaan untuk mengejek orang lain.

Contoh lain candaan yang menyimpang dari iman adalah menggunakan dan mempermainkan simbol-simbol agama. Seperti ayat al-Qur’an dan syiarnya.

Perbuatan demikian, bukan cuma memicu pertikaian antar kelompok agama saja, tetapi juga mendatangkan kekufuran dan mendapatkan dosa dari Allah SWT. Bukan cuma agama Islam, kita juga tidak sepatutnya mempermainkan simbol agama lain untuk bahan bercanda.

Ingatlah, bahwa Indonesia adalah negara yang mengakui 6 agama. Masing-masing agama tentu berharga bagi pengikutnya, dan tidak ada satupun yang membenarkan candaan dengan memperolok agama seseorang.

Tidak Memakai Aksi dan Kata yang Buruk

Seni bercanda Rasulullah yang berikutnya adalah menghindari penggunaan kata-kata yang buruk. Seperti mempermainkan fisik seseorang, menggunakan kata umpatan, dan kata kasar lainnya.

Terkait hal ini, Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Isra yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagi manusia.”

Secara gamblang Allah melarang kita menggunakan kata-kata yang buruk. Maka sudah sepatutnya kita tidak memakai kata-kata seperti ini sebagai candaan.

Selain mendapatkan pahala, bercanda dengan cara demikian juga memicu terjadinya pertikaian karena menyemai bibit sakit hati kepada orang lain.

Jangan Bercanda dalam Suasana Serius

Selain memperhatikan ucapan dalam bercanda, kita juga perlu memperhatikan suasana. Tidak selamanya bercanda bisa kita lakukan. Manusia harus pandai menilai suasana sebelum mereka melontarkan lelucon.

Ini juga penting, sebab bercanda yang tidak tepat waktunya juga berpotensi menimbulkan perselisihan dan menyinggung perasaan orang lain. Beberapa perkara serius dimana kita tidak boleh bercanda adalah dalam majelis ilmu, ketika memberikan kesaksian atas suatu perkara, dan banyak lainnya.

Intinya, pandailah menilai dan membaca suasana terlebih dahulu. Perkirakan apakah suasananya mendukung untuk bercanda atau tidak. Jika memang tidak, lebih baik Anda diam dan tidak melakukan sesuatu yang berakibat buruk.

Tidak Berlebihan dalam Bercanda

Terakhir, Rasulullah memberikan perintah untuk tidak berlebihan dalam bercanda. Bercanda berlebihan dapat menyebabkan banyak tertawa, dan ini bisa mematikan hati. Selain itu, bercanda secara berlebihan juga bisa membuat diri Anda dipandang buruk oleh orang lain.

Tanpa sadar, terkadang kita kelewatan dalam bercanda dan membuat seseorang merasa tersinggung. Misalkan menyinggung soal pekerjaan, gaji, kondisi ekonomi dan hal-hal sensitif lainnya.

Bagi sebagian orang candaan seperti ini hal yang wajar, namun tidak semua orang berpikiran yang sama. Maka dari itu, mulai sekarang hindarilah berlebihan dalam bercanda. Sungguh ini tidak termasuk dalam seni bercanda Rasulullah SAW.

Rasulullah itu cerdas ketika memberikan candaan. Ia tidak berdusta, dan tidak pula menggunakan kata-kata hinaan ketika bercanda. Inilah mengapa para sahabat merasa senang dan terhibur dengan candaan Rasulullah SAW.

Seharusnya, sikap seperti Rasulullah inilah yang harus kita lakukan. Bercanda itu boleh, namun harus memperhatikan norma-norma yang berlaku supaya tidak menyakiti hati orang lain.

Demikianlah penjelasan seni bercanda Rasulullah SAW. Mulai sekarang, kita teladani dan kita terapkan bersama-sama, ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *