Sosok Penyair Sapardi Djoko Damono Diabadikan di Google Doodle, Berikut 3 Puisi Terbaiknya

Jurnalindo.com Surabaya – Google Doodle hari ini, Senin (20/3/2023), menampilkan karakter bertopi dan berkacamata khas. Dia adalah penyair legendaris Indonesia Sapardi Djoko Damono. Google Doodle Image Sapardi juga membawa payung dan buku.

Dilansir dari Detik.com, Penyair ini lahir di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1940. Kegemarannya membaca buku membuatnya menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di perpustakaan hingga mulai menulis puisi saat masih duduk di bangku SMA.

Sastrawan yang menginspirasi banyak penyair pada masa itu meninggal untuk selama-lamanya pada 19 Juli 2020. Ia meninggalkan dunia sastra di Indonesia, meninggalkan karya-karya yang tetap abadi hingga saat ini.

Baca Juga: Elclasico Masih Dalam Bayangan Real Madrid, Goll Dianulir VAR Penyebabnya

Semasa hidupnya, Sapardi dikenal sebagai sastrawan yang produktif dalam karya klerikal. Hampir setiap tahun Sapardi mengeluarkan karya-karya baru. Karya-karyanya kini dikenal para pecinta sastra dan menjadi bahan ajar bagi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia.

Dikutip dari tekno.kompas.com, Sapardi adalah direktur pelaksana Majalah Horison. Ia juga sempat merantau ke Jakarta pada tahun 1973 setelah menetap di Semarang hingga menjadi dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan menjadi guru besar.

Sejumlah karya Sapardi, termasuk yang berjudul “Aku Ingin”, sangat populer. Kepopuleran puisi Sapardi karena makna mendalam yang dikandungnya. Berikut 3 puisi terbaik Sapardi yang bikin merinding.

1. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi

2. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

3. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

(Slmn/Detik.com/ tekno.kompas.com)

Sumber: Detik.com/ tekno.kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *